CORAK TAFSIR FIQHI
TAFSIR FIQHI
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Ulumul Qur’an II
Dosen Pengampu: Ibu Noor Rosyidah
Disusun oleh:
LISMANTO
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
I. PENDAHULUAN
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulallah Saw memiliki ayat-ayat hukum fiqh yang berkaitan erat dengan kemaslahatan ibadah di dunia dan akhirat. Pada zaman Rasulullah permasalahan fiqh yang muncul langsung disodorkan kepada Rasulallah Saw. Namun menjelang Beliau wafat permasalahan tersebut dikembalikan kepada al-Quran sebagai kitab suci umat Islam dan jika belum menemukan solusinya maka hal tersebut dikembalikan kepada sunnah Rasul namun jika tidak ditemukan juga maka ijtihad pun dituntut berperan penting sebagai jalan terakhir dalam menyelesaikan masalah fiqh.
Tidak jarang perbedaan pendapat dalam beristimbath ini banyak ditemukan dikalangan para sahabat. Situasi ini terus berkembang hingga munculnya empat ulama madzhab yang menjadi patokan umum dalam mengambil keputusan hukum oleh sebagian umat Islam. Mereka adalah Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Maliki, dan Imam Hanbali. Ini yang menjadi latar permunculan corak fiqh.
II. PEMBAHASAN
- Pengertian
Tafsir fiqhi adalah corak tafsir yang menitikberatkan kepada pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta membahas perdebatan atau perbedaan pendapat seputar pendapat-pendapat imam madzhab. Tafsir fiqhi ini juga dikenal dengan tafsir ahkam, yaitu tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an (ayat-ayat ahkam). Tafsir fiqhi lebih populer dengan sebutan tafsir ahkam karena lebih berorientasi pada ayat-ayat hukum dalam Al Qur’an. Orang yang pertama berhak menyandang predikat mufassir adalah Rasulullah SAW, kemudian para shahabat.
Setelah ini periode mufassir tabi’in, kemudian periode mufassir tabi’it tabi’in dan orang-orang yang setelahnya, yang pada periode mereka ini dinamakan periode tadwin ( pengodifikasian). Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dengan cabang-cabangnya tafsirpun terus berkembang sampai periode mutakhirin. Di masa Rasulullah para sahabat memahami Al-Qur’an dengan kepekaan hati kearaban mereka. Jika terjadi kesulitan dalam memahami sesuatu ayat, mereka kembali kepada Rasulullah SAW lalu beliau menjelaskan kepada mereka. Setelah Rasulullah SAW wafat, para fuqaha dari kalangan sahabat mengendalikan umat di bawah kepemimpinan Khulafaul Rasyidin. Jika terdapat persoalan-persoalan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya, maka Al-Qur’an merupakan tempat kembali mereka dalam mengistinbathkan hukum-hukum syara’nya.
Jarang sekali mereka berselisih pendapat ketika terdapat kontradiksi dalam memahami suatu lafadz, seperti perselisihan mereka mengenai ‘iddah bagi wanita hamil yang ditinggal mati suaminya, apakah ‘iddah itu berakhir dengan melahirkan atau empat bulan sepuluh hari ataukah dengan waktu paling lama diantara keduanya?
- Sejarah tafsir fiqhi
Dari berbagai macam atau metode tafsir, salah satu yang paling terkenal adalah tafsir Al Qurtubi yang dalam kalangan ulama menyebutnya sebagai tafsir fiqhi atau tafsir corak hukum. Bila ditengok ke belakang, kemunculan tafsir ini bersamaan dengan corak tafsir bil Ma’tsur, yaitu sejak zaman Nabi, karena sama-sama dinukil dari Nabi SAW. Pada masa itu, ketika salah seorang sahabat menemukan kesulitan dalam memahami hukum suatu ayat, mereka langsung bertanya kepada Nabi. Kejadian seperti ini di satu pihak, dari sisi sumber disebut sebagai tafsir bi al-Ma’tsur dan di pihak lain, di sisi muatan disebut sebagai tafsir fiqhi.
Setelah Nabi SAW meninggal dunia, secara otomatis sandaran untuk menyatakan berbagai persoalan yang menyangkut pemahaman suatu ayat sudah tidak ada lagi. Sehingga dituntut kemandirian dalam memahami suatu ayat, maka tidak mengherankan apabila saat itu muncul berbagai perbedaan pemahaman terhadap suatu ayat di kalangan para sahabat.
Tafsir yang bercorak fiqh seperti ini terus berkembang bersama berkembangnya ijtihad. Perkembangan ini mendorong munculnya madzhab-madzhab fiqh. Sehingga masa-masa sesudahnya muncul beberapa tokoh yang mengkhususkan diri pada persoalan-persoalan fiqh dengan sudut pandang masing-masing.
- Sistematika tafsir fiqhi
Dalam sistematika penulisan kitab tafsir dikenal adanya 3 sistematika:
a. Mushafi yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf dengan memulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai surat al-Nas.
b. Nuzuli yaitu dalam menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan kronologis turunnya surat-surat Al-Qur’an.
c. Maudhu’i yaitu menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan topik-topik tertentu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan topik tertentu kemudian ditafsirkan.
Al Qurtuby sebagai representasi dari tafsir fiqhi dalam menulis kitab tafsirnya memulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Dengan demikian ia memakai sistematika Mushafi, yaitu dalam menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan urutan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf.
- Langkah-langkah tafsir fiqhi
a. Memberikan kupasan dari segi bahasa.
b. Menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadis-hadis dengan menyebutkan sumbernya sebagai dalil.
c. Mengutip pendapat ulama dengan menyebut sumbernya sebagai alat untuk menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan.
d. Menolak pendapat yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam.
e. Mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi masing-masing, setelah itu melakukan tarjih dan mengambil pendapat yang paling benar.
- Contoh tafsir fiqhi
واقيموالصّلاة وأتواالزّكاة واركعوامع الرّاكعين…
(Surat Al Baqarah 43)
Dalam menafsirkan ayat di atas, Al Qurtubi membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Di antara pembahasan yang menarik adalah masalah ke 16. Dia mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak kecil yang menjadi imam shalat. Di antara tokoh yang mengatakan tidak boleh adalah al Thawri, Malik dan Ashab Al Ra’yi. Dalam masalah ini al-Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang dianutnya, menurutnya anak kecil boleh menjadi imam jika memiliki bacaan yang baik. Selanjutnya dalam ayat berikut di bawah:
أحلّ لكم ليلة الصّيام الرّفث الى نسائكم
(Surat Al Baqarah ayat 187)
Al Qurtubi membaginya menjadi 36 masalah. Pada pembahasan ke 12, ia mendiskusikan makannya orang yang lupa pada siang hari di bulan Ramadhan. Ia berpendapat orang tersebut tidak berkewajiban mengganti puasanya, berbeda dengan pendapat Malik sebagai imam madzhabnya.
Bila dicermati dari beberapa contoh penafsiran di atas, di satu sisi menggambarkan betapa Al Qurtubi banyak mendiskusikan persoalan-persoalan hukum yang menjadikan tafsir ini masuk ke dalam jajaran tafsir yang bercorak hukum. Di sisi lain, dari contoh-contoh tersebut juga terlihat bahwa Al Qurtubi yang bermadzhab Maliki juga ternyata tidak sepenuhnya berpegang teguh dengan pendapat imam madzhabnya.
- Kelemahan dan kritik tafsir fiqhi
Persoalan lain yang perlu dicermati adalah adanya sejumlah keberatan dari beberapa pihak mengenai keberadaan tafsir corak hukum (fiqhi). Apabila Al-Qur’an selalu dipandang sebagai kitab suci yang berisi ketentuan perundang-undangan maka akan melahirkan suatu pemisahan yang mekanis antara ayat-ayat yang berisi ketentuan hukum yang tidak ada. Ayat-ayat hukum selalu didekati secara atomistis dan harfiah yang akan menimbulkan kebingungan dalam melihat sebuah proses tahapan ajaran Al-Qur’an.
III. KESIMPULAN
Tafsir fiqhi merupakan corak tafsir yang mengkaji persoalan-persoalan yang terkandung dalam ayat-ayat ahkam di mana berfungsi untuk mencari landasan tentang masalah hukum. Tafsir fiqhi menjadi corak tersendiri bagi Al Qurtubi dalam menafsirkan Al-Quran karena ia lebih menekankan pada kajian ahkam. Corak tafsir fiqhi menitikberatkan kepada pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta membahas perdebatan atau perbedaan pendapat seputar pendapat-pendapat imam madzhab.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat disajikan penulis dalam pembahasan Tafsir Fiqhi dalam mata kuliah Ulumul Quran yang diampu oleh Ibu Noor Rosyidah. Kritik dan saran yang membangun akan senantiasa penulis makalah harapkan. Akhirnya semoga makalah ini memberi manfaat dan memperluas khasanah pengetahuan kita. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
· Al-Shiddiqi, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’antara Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1980
· Quthan, Mana’ul. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2. Jakarta: Rineka Cipta. 1995
· Suryadilaga, Alfatih. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras. 2005
· http://lispedia.blogspot.com/2011/05/makalah-tafsir-fiqhi-ulumul-quran.html