HUKUM ACARA PERDATA AGAMA
Oleh Taufik CH MA
(PS.54 UU No. 7 TH. 1989-UU No. 3/2006) “Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang- undang ini”
• SEJARAH SINGKAT HUKUM PA
• LEMBAGA TAHKIM
• TAULIYAH AHLUL HILLI WAL AQDI
• LEMBAGA TAHKIM
• TAULIYAH AHLUL HILLI WAL AQDI
(Berakhir dg munculnya kerajaan Islam di Indonesia: Demak (abad XV), Aceh, Pagaruyung, Bonjol, Banjar, Pasai, dll)
• AL-QODHO (Peradilan) Abad XV
- Pengadilan Surambi
- Kanjeng Penghulu
- Penghulu Tuanku Mufti
- Tuanku Kadi
• KOLONIAL MEMBATASI COMPETENSI ABSOLUT (Perkawinan & Kewarisan)
INSTRUKSI BLN SEP 1808 “ Sedangkan kepala2 ulama (Tertulis pendeta, karena ulama dikira sama dg pendeta) mrk dibiarkan untuk memutus perkara2 tertentu glm bdg2 perkawinan dan kewarisan”
• 1820 KOLONIAL MULAI INTERVENSI THD HUKUM ACARA PA (Stbl.1829 no.24 Ps.13) “Apabila terjadi sengketa antara org2 Jawa satu sama lain mengenai soal2 perkawinan, pemb harta & sengketa2 yg sejenis. Yg hrs diputus ,mnrt hk Islam. Maka para ulama (tertulis pendeta) memberi putusan, tetapi permohonan untuk mendpt pembayaran yg timbul dr keputusan para ulama itu hrs diajukan kepada pengadilan 2 biasa.” (PA TIDAK BERHAK MENGEKSKUSI)
• 1882 PA yg semula keberadaannya berdasarkan peraturan SWAPRAJA atau Sultan, dirubah dengan nama PRIESTERRADEN untuk Jawa & Madura (Stbl 1882 No.152
• Stbl tsb. Selain mengatur Competensi Absolut & Relatif, jg mengatur Hukum Acara Perdata Agama, dan mengatur beberapa hal:
1. Wilayah Hukum PA sama dg wil hukum PN (Landraad)
2. Susunan PA terdiri dr; seorang ketua yg dijabat oleh Penghulu Landraad, dibantu oleh setidak-tidaknya 3 org ulama & sebanyak2 nya 8 org ulama.
3. Persidangan dilakukan dg sistem majlis, sekurang2 nya 3 org hakim termamsuk ketua. Dlm hal musyawarah Majlis Hakim terjadi perbedaan pendapat sama banyak, maka suara ketua menentukan.
4. Putusan PA hrs ditulis & memuat alasan hk scr singkat, diberi tanggal dan ditandatangani Majlis Hakim, selain itu beban biaya ditanggung oleh pihak berperkara & hrs dicantumkan dlm putusan.
5. Para pihak diberi salinan putusan yg ditanda tangani oleh ketua
6. Putusan PA hrs didaftar & dlm tenggang wkt 3 bl sekali hrs dilaporkan kpd Residen untuk diketahui & dikukuhkan.
7. Putusan PA yg melampaui competensi absolutnya atau tdk memenuhi ketentuan no. 2,3 &4 dinyatakan tdk berlaku.
• 1937. DIKELUARKAN Stbl. No.116 dan 601 sebagai ganti Stbl. 1882 No. 152. Mencabut sebagian kompetensi absolut PA hingga tersisa hanya: Perselisihan perkawinan, Perceraian, Mahar serta Nafkah Isteri. Di Kalimantan dikeluarkan Stbl No. 638 dan 639 Mengganti nama PA dengan Kerapatan Kadi & Kerapatan Kadi Besar (PA & PTA) soal kompetensi sama.
• Setelah merdeka, bagi daerah yg tdk terjangkau oleh Stbl. 1937, yang masih berdasarkan peraturan2 Swapraja & Sultan, maka untuk peningkatan diterbitkanlah Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957. Dengan nama Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah dan PA/MS Provinsi, serta mengatur:
1. Kompetensi Absolut & Relatif
2. Susunan PA
3. Hukum Acara Perdata Agama.
• 1958 di keluarkan Surat Biro PA No.B/1/1735 Tanggal 18 Fabruari: Aparat PA dlm menjalankan tugasnya dianjurkan
untuk berpedoman pada kitab2 fiqh:
antara lain: (Al-Bajuri, Fathul Mu’in, Syarqawi At-Tahrir, Qolyubi, Mahalli, Fathul Wahab dan Syarahnya, Tuhfah, Targhibul Mustaq, Qowaninusy Syar’iyyah lis Sayyid bin Yahya. Qowaninusy Syar’iyyah lis Sayyid Sadaqah Dahlan, Syamsul Hil Faraid, Bughyatul Mustarsyidin, Al Fiqh ‘Ala Madzahibil Arba’ah dan Mughnil Muhtaj).
• 1970 diundangkan UU No. 14 Tahun 1970 Ttg Pokok2 Kekuasaan Kehakiman, yang berlaku untuk seluruh lingkungan Peradilan. berisi:
1. Kebebasan peradilan dlm menangani perkara dlm arti tdk
boleh ada campur tangan pihak lain kecuali telah diatur
oleh UU.
2. Persidangan terbuka, kecuali uu menentukan lain.
3. Peradilan sedehana, cepat & biaya ringan.
4. Kewajiban peradilan mempersamakan para pihak
5. Persidangan sistem Majlis. Dll.
• 1974 dikeluarkan UU No. 1 Tahun 1974 Ttg Perkawinan, diikuti PP No. 9 tahun 1975 Ttg Peraturan Pelaksanaannya. Di dalamnya diatur ttg. Ketentuan Hukum Acara PA.
1. Kompetensi Absolut dan Relatif
2. Kewajiban mendamaikan para pihak
3. Pengukuhan putusan PA oleh PN
4. Tindakan-tindakan yg dpt dilakukan oleh PA selama sdg
5. Tata cara pemanggilan para pihak
6. Persidangan tertutup kecuali pembacaan putusan
7. Putusan verstek, dll.
Sampai saat ini ketentuan acara perdata agama hanya sampai pada tinggkat banding.
• 1977 MA mengeluarkan Peraturan MA No.1 tahun 1977 tentang: Jalan Kasasi dalam perkara perdata Agama dan militer.
• 1985 telah diundangkan UU No. 14 Ttg. Mahkamah Agung yg telah dirubah oleh UU No. 5 Tahun 2004 yg isinya antara lain Hukum Acara Pdt. dalam upaya Kasasi atas putusan2 yg dikeluarkan pengadilan bawahannya, termasuk P A.
• 1989 diundangkan UU No.7 Ttg. PA. Yang menyatukan susunan, kekuasaan maupun Hukum Acara Per A untuk seluruh pengadilan dilingkungan Per A di Indonesia.
H I R (Herziene Indonesische Reglement)
(Bumiputera, Timur Asing & Jawa, Madura)
R.bg (Rechtsreglement Voor De Buitengewesten)
(Aceh, Ambon, Sumatera, Bali, Kalimantan,
Minahasa, Palembang, dll.)
UU NO. 14/1970 - UU NO. 35/1999 UU NO.4/2004 (Kek. Kehakiman)
UU NO.14 TH.1985 - UU NO.5 TH. 2004 ( M A )
UU NO.7 TH. 1989-UU no. 3/2006 ( Peradilan Agama )
UU NO.1 TH. 1974. PP No. 9/1975 ( Perkawinan )
UU NO.20 TH. 1947 (Pengadilan ulangan di Jawa & Mdr)
DLL (Inpres No.1/1991 (KHI), - Kitab-kitab Fiqh Islam
Yurisprudensi MA,, Surat Edaran MA)
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PA
Hakim bersifat menunggu
(iudex ne procedat ex officio) (Ps. 118 HIR, 142 RBg).
Hakim pasip
(Ps. 178 ayat (2,3) HIR, 189 ayat (2,3) Rbg)
Terbukanya persidangan,
Kecuali kasus perceraian, kesusilaan dan lainnya yang telah ditentukan oleh UU
Mendengar kedua belah pihak,
audi et alteram partem atau Eines Mannes Rede ist keines Mannes Rede, man soll
siehِren alle beide (Ps.132 a, 121 ayat (2) HIR, 145 ayat (2), 157 Rbg. & 47 Rv).
Putusan Harus disertai Alasan-alasan,
(Ps. 23 UU No. 14 tahun 1970, 184 ayat (1), 319 HIR, 195 dan 618 Rbg)
Asas Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan,
Ps. 4 ayat (2), 5 ayat (2) UU No. 14 tahun 1970, 121 ayat (4), 182, 183 HIR, 145
ayat (4), dan 192-194 Rbg
Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
(Ps. 123 HIR dan 147 Rbg)
SEKILAS PERUBAHAN UU PA
Perluasan:
a. Ekonomi Syari’ah
b. Penjelasan UU No.7/1989 kalimat “ Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian waris (dihapus).
c. Pasal 50 (Penyatuan sengketa hak milik dalam kompetensi absolut diputus oleh PA secara bersama-sama)
d. Pasal 18 (usia pensiun PA 60 - 62 PTA 63- 65)
KEWENANGAN
ABSOLUT KOMPETENSI
ABSOLUT KOMPETENSI
(Ps.49 UU No.3/2006)
PA bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan, b. Waris, c. Wasiat, d. Hibah, e. Wakaf, f. Zakat g. Infaq, h. Shadaqah, i. Ekonomi syari’ah.
Penjelasan:
“Penyelesaian sengketa tidak hanya dibatasi di bidang perbankan syari'ah, melainkan juga di bidang ekonomi syari'ah lainnya. Yang dimaksud dengan "antara orang-orang yang beragama Islam" adalah termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan dan dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai dengan ketentuan Pasal ini”.
Yang dimaksud dengan "perkawinan" antara lain:
1. izin beristri lebih dari seorang;
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. dispensasi kawin;
4. pencegahan perkawinan;
5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6. pembatalan perkawinan;
7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8. perceraian karena talak;
9. gugatan perceraian;
10. penyelesaian harta bersama;
11. penguasaan anak-anak;
12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kpd bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14. putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. pencabutan kekuasaan wali;
17. penunjukan orang lain sebagai wall oleh pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wali dicabut;
18. penunjukan seorang wall dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19. pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
20. penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
YANG DIMAKSUD DENGAN "EKONOMI SYARI'AH" ADA:
a. bank syari'ah;
b. lembaga keuangan mikro syari'ah.
c. asuransi syari'ah;
d. reasuransi syari'ah;
e. reksa dana syari'ah;
f. obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah;
g. sekuritas syari'ah;
h. pembiayaan syari'ah;
i. pegadaian syari'ah;
j. dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan
k. bisnis syari'ah.
RELATIF KOMPETENSI
DIAJUKAN KE PENGADILAN YG MEWILAYAHI
DIAJUKAN KE PENGADILAN YG MEWILAYAHI
Ps. 66 (Talak)
(2) Permohonan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman termohon, kecuali apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan bersama tanpa izin pemohon.
(3) Dalam hal termohon bertempat kediaman di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.
(4) Dalam hal pemohon dan termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
CERAI GUGAT
Pasal 73
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, kecuali apabila penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat.
(2) Dalam hal penggugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(3) Dalam hal penggugat dan tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
PEMERIKSAAN DI PENGADILAN
UPAYA PERDAMAIAN
PEMBACAAN SURAT GUGAT
JAWABAN TERGUGAT MISALNYA :
( EKSEPSI, POKOK PERKARA)
REPLIK PENGGUGAT
DUPLIK TERGUGAT
PEMBUKTIAN
KESIMPULAN
MUSYAWARAH MAJELIS HAKIM
PEMBACAAN PUTUSAN
UPAYA PERDAMAIAN
PEMBACAAN SURAT GUGAT
JAWABAN TERGUGAT MISALNYA :
( EKSEPSI, POKOK PERKARA)
REPLIK PENGGUGAT
DUPLIK TERGUGAT
PEMBUKTIAN
KESIMPULAN
MUSYAWARAH MAJELIS HAKIM
PEMBACAAN PUTUSAN
GUGATAN
SURAT GUGATAN
SYARAT
TUNTUTAN HAK
ADA KEPENTINGAN HUKUM
MERUPAKAN SENGKETA
DIBUAT DG CERMAT DAN TERANG.
PIHAK-PIHAK BERSEBERANGAN
UNSUR
IDENTITAS
POSITA
KRONOLOGIS
BAGIAN FAKTA
BAGIAN HUKUM
PETITUM
HARUS TERKAIT DG. POSITA
HARUS JELAS DAN TERANG
PUTUSAN
BERSIFAT VONIS
BANDING à KASASI à PK
GUGATAN LISAN
190 HIR/144 RBG (1)
- DITUJUKAN KEPADA KEPALA PENGADILAN
- KEPALA PENGADILAN /HAKIM MENCATAT
- GUGATAN DIBACAKAN KEPADA P.
- SURAT GUGATAN DITANDA TANGANI KETUA PN/PA/HAKIM
PERUBAHAN
GUGATAN
DIUBAH SAMA SEKALI TIDAK BOLEH
DIPERBAIKI
DIKURANGI
DITAMBAH SEBELUM “T”. MENJAWAB
SUDAH MENJAWAB HRS PERSETUJUAN “T”
PENCABUTAN
GUGATAN
SEBELUM GUGATAN DIPERIKSA
SEBELUM “T” MENJAWAB
SESUDAH “T” MENJAWAB
HARUS ADA PERSETUJUAN “T”
JAWABAN TERGUGAT :
1. EKSEPSI:
a. Eksepsi acara/prosesuil
- Eksepsi yang menyangkut kekuasaan absolut (Ps. 134 HIR)
- Eksepsi yang menyangkut kekuasan relatif (Ps.125 ayat (2), 133 dan
136 HIR):
diajukan di permulaan sidang
Selain eksepsi prosesuil (eksepsi bahwa persoalaan yang sama telah pernah
diputus dan bahwa putusannya telah memperoleh kekuatan hukum tetap
eksepsi bahwa persoalan yang sama sedang pula diperiksa oleh pengadilan
negeri yang lain atau masih dalam taraf banding atau kasasi, dan eksepsi
bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai kwalifikasi/ sifat untuk
bertindak.
b. Eksepsi materiil:
1) eksepsi declinatoir, yaitu: eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan
penggugat belum dapat dikabulkan.
2) eksepsi peremptoir, yaitu: eksepsi yang menghalangi dikabulkannya
gugatan, misalnya gugatan tlh kedaluwarsa.
2. POKOK PERKARA
(Ps. 141 R.R.)
1. Mengingkari dalil gugatan seluruhnya (contoh: tidak benar telah nusuz, zina dll)
2. Pembenaran / pengakuan dalil gugat secara tegas
3. Referte
4. Fakta-fakta lain.
PATOKAN ERROR IN PERSONA
1. Diskwalifikasi in persona
a. Penggugat bukan persona standi in judicio
- Belum Dewasa
- Bukan org yg punya hak & kepentingan
- Dibawah kuratale
b. Kuasa tidak memenuhi syarat
- Tidak mendapat kuasa
- Surat kuasa khusus tidak sah
2. Gemis aan haedaning heid
Orang yang ditarik sebagai Tergugat tidak tepat
(Pengurus yayasan digugat selaku pribadi)
3. Plurium litis consertium
- Orang yang ditarik sebagai Tergugat tidak lengkap
PATOKAN OBSCRUUR LIBELLE
1. Fundamentum petendi (dasar tuntutan) tidak menjelaskan dasar gugatan (rechtsground) dan kejadian yang menjadi dasar gugatan
2. Tidak jelas obyek yang disengketakan
3. Penggabungan perkara yang tidak jelas, apa kumulatif objektif atau kumulatif subyektif
4. Terdapat saling bertentangan Posita dan Petitum
5. Petitum tidak rinci
REPLIK & DUPLIK
Jawaban tergugat atas gugatan penggugat dilakukan setelah usaha perdamaian yang dilakukan oleh hakim tidak berhasil. Atas jawaban tergugat itu penggugat dapat menanggapi atau menjawabnya dengan replik. Selanjutnya replik ini dapat dijawab lagi oleh tergugat dengan duplik.
PEMBUKTIAN
membuktian dalam arti yuridis adalah memberi kepastian kepada hakim tentang kebenaran peristiwa yang diajukan dengan alat-alat bukti tertentu untuk menetapkan peristiwa hukum dan hubungan hukumnya.
Beban Pembuktian:
Pasal 1865 KUH Perdata berbunyi: “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”
Pasal 163 HIR berbunyi: “Barang siapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak, atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”
ALAT BUKTI
Alat-alat bukti dalam hukum acara perdata sebagaimana disebutkan Pasal 164 HIR, 284 Rbg, dan 1866 KUH Perdata ialah: alat bukti tertulis, pembuktian dengan saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
1. Alat bukti tertulis
a. Akta
Akta otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, 1868 KUH Perdata dan 285
Rbg. Akta otentik merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah
pihak, ahli warisnya, dan orang-orang yang mendapat hak dari
padanya.
Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk
pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat.
Kekuatan pembuktian akta ini sama engan akta otentik, yaitu kalau
isinya tidak dibantah oleh pihak lawan. Akta ini juga berlaku pula
terhadap ahli waris dan orang yang memperoleh hak.
b. Surat non Akta
Surat-surat lain yang bukan akta hanya disebut dalam Pasal
1874, 1881, 1883 BW dan 294, 297 Rbg, yaitu buku daftar
(register), surat-surat rumah tangga dan catatan-catatan yang
dibubuhkan oleh seorang kreditur pada suatu alas hak yang
selamanya dipegangnya. Kekuatan pembuktian surat-surat yang
bukan akta ini diserahkan kepada pertimbangan hakim.
2. Saksi
Alat bukti kesaksian di atur dalam Pasal 139-152, 168-172 HIR,
165-179 Rbg, 1895 dan 1902-1912 KUH Perdata. Hakim dalam
mempertimbangkan nilai kesaksian harus memperhatikan
kesesuaian antara keterangan para saksi. Jika dua orang saksi
atau lebih memberikan keterangan tentang kejadian yang
berlainan, itu merupakan unus testis
3. Persangkaan
Persangkan diatur dalam Pasal 173 HIR, 310 Rbg, dan 1915-922
KUH Perdata. Menurut Pasal 1915 KUH Perdata bahwa:
“Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh
undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa yang
terang nyata ke arah peristiwa lain yang belum terang
kenyataannya”
4. Pengakuan
a. Di depan sidang (Ps.174 HIR. Ps. 311 RBG. Ps.1925 KUHPer)
- Pengakuan murni sesua dalil gugatan.
- Pengakuan berkwalifikasi/pengakuan yg disertai sangkalan
- Pengakuan berklausula/pengakuan yang disertai dengan
keterangan yang bersifat membebaskan
b. Di luar sidang (Ps.175 HIR. Ps.312 RBG. Ps.1927-1928 KUHP
- Secara lisan (Ps. 175 HIR. Ps. 1927 –1928 KUHPer)
- Secara Tertulis (Ps. 164 HIR, Ps. 1866 KUHPer)
Sumpah
a. Sumpah pihak yang berperkara (Decissor eed)
b. Sumpah atas perintah hakim
- sumpah tambahan (Suppletoir eed)
- sumpah penaksir (Aestimatoir eed)
c. Sumpah Lian
PUTUSAN
Jenis Putusan
1. Putusan sela
Yaitu putusan sebelum diputus pokok perkara
dg tujuan untuk mempermudah atau
memperlancar persidangan.
2. Putusan akhir
Yaitu putusan yang berkaitan dengan pokok
perkara