-->

Materi Hukum Pidana I

Oleh Lismanto
Berikut saya sajikan soal tanya jawab hukum pidana
1. Hukum pidana menurut Mezger adalah aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.
2. Perbuatan yang memenuhi syarat tertentu adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana yaitu perbuatan yang dapat dipidana.
3. Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu di atas.
4. Hukum pidana menurut Simons adalah
• Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh Negara diancam dengan nestapa yaitu pidana jika tidak ditaati.
• Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana.
• Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penetapan pidana.
5. Hukum pidana menurut Van Hamel adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh Negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan menegakkan nestapa kepada yang melanggar larangan itu.
6. Ius poenale adalah pengertian hukum pidana. Ius puniendi adalah hak untuk mengenakan pidana yang berdasarkan ius poenale.
7. Hukum pidana materiil adalah memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan yang dapat dipidana, aturan yang memuat syarat untuk dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana. Hukum pidana formil adalah mengatur bagaimana Negara dengan perantara alat-alat perlengkapannya melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana.
8. Hukum pidana khusus adalah hukum yang memuat aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum yaitu mengenai golongan tertentu atau berkenaan dengan jenis perbuatan tertentu. Hukum pidana umum dalah memuat aturan hukum pidana yang berlaku bagi tiap orang.
9. Contoh hukum pidana khusus adalah hukum pidana tentara, hukum pidana viskal (perpajakan), hukum pidana ekonomi, dan sebagainya. Contoh hukum pidana umum adalah KUHP, undang-undang lalu lintas, dan sebagainya.
10. Hukum pidana yang dikodifikasi yaitu KUHP dan KUHPT. Hukum pidana yang tidak dikodifikasi adalah yang terdapat di luar KUHP, misalnya ordonansi obat bius, ordonansi lalu lintas, dan sebagainya.
11. Hukum pidana tidak tertulis adalah hukum pidana yang berlaku dalam masyarakat tertentu yang peraturannya tidak dikodifikasikan atau tidak dibukukan. Contohnya hukum pidana adat.
12. Fungsi hukum pidana umum adalah mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Fungsi hukum pidana khusus adalah melindungi kepentingan umum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi berupa pidana yang sifatnya lebih tajam dibandingkan dengan hukum yang lainnya.
13. Sanksi hukum pidana mempunyai pengaruh preventif maksudnya adalah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran-pelanggaran norma hukum.
14. Maksud fungsi hukum pidana sebagai subsidier adalah hukum pidana hendaknya baru diadakan apabila usaha-usaha lain kurang memadai.
15. Dianggap sebagai ultimatum remidium karena hukum pidana sebagai “obat terakhir” apabila sanksi atau upaya-upaya pada cabang hukum lainnya tidak atau dianggap tidak mempan.
16. W.v.S.v..N.I adalah kepanjangan dari Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie yaitu kopi atau turunan dari Wetboek van Strafrecht negeri Belanda.
17. Asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali (asas legalitas) adalah tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
18. Ketentuan hukum pidana bersifat umum adalah berlaku untuk seluruh lapangan hukum pidana baik yang terdapat dalam KUHP maupun diluar itu; ketentuan ini dalam KUHP dimuat dalam buku ke I (pasal 103 KUHP). Bersifat khusus adalah menyebut perbuatan mana yahng dapat dipidana serta ancaman pidananya, terdapat dalam buku ke II dan III KUHP dan juga yang ada diluar KUHP.
19. Ketentuan hukum pidana bersifat umum dimuat dalam buku ke I (pasal 103 KUHP).
20. Ketentuan hukum pidana bersifat khusus dimuat dalam buku ke II dan III KUHP dan juga yang ada diluar KUHP.
21. Peraturan perundang-undangan pidana tidak boleh berlaku retroaktif adalah aturan tentang tidak berlaku surutnya suatu peraturan pidana dapat diterobos oleh pembentuk undang-undang, sebab aturan itu hanyalah tercantum dalam undang-undang biasa yaitu dalam pasal 1 ayat 2 KUHP berbunyi: Jika sesudah perbutan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan , dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.
22. Lex derogat legi priori adalah peraturan yang ditetapkan kemudian mendesak peraturan terdahulu.
23. Persoalan hukum transitoir adalah hukum yang harus diterapkan apabila ada perubahan dalam perundang-undangan, disebut juga hukum peralihan karena mengatur peralihan dari hukum yang lama ke hukum yang baru.
24. Menurut Simons, ajaran formil adalah adanya perubahan apabila ada perubahan dalam teks dari Undang-undang pidana sendiri. Ajaran materiil terbatas adalah perubahan dalam perundang-undangan itu ada pendirian. Ajaran materiil tidak terbatas yaitu pasal ke 1 dan 2 itu diterapkan sedemikian rupa sehingga tiap perubahan dalam perundang-undangan digunakan untuk keuntungan terdakwa.
25. Asas territorial adalah aturan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di wilayah Indonesia.
Asas personal (nasional aktif) adalah peraturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana baik dalam negeri maupun luar negeri.
Asas perlindungan (nasional pasif) adalah peraturan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana yang menyerang kepentingan hukum Negara Indonesia baik dilakukan oleh WNI atau bukan yang dilakukan di luar Indonesia.
Asas universal adalah peraturan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana baik itu dilakukan dalam negeri maupun luar negeri dan juga baik dilakukan oleh warga Negara sendiri atau warga asing.
26. Teori perbuatan materiil adalah tempat pidana ditentukan oleh perbuatan jasmaniah yang dilakukan oleh si pembuat dalam mewujudkan delik.
Teori instrument atau alat adalah tempat terjadinya delik ialah tempat bekerjanya alat yang dipakai si pembuat.
Teori akibat adalah tempat terjadinya akibat di dalam delik itu.
27. Istilah lain tindak pidana “Strafbaar feit”:
• Peristiwa pidana (UUDS 1950 dalam pasal 14 ayat 1)
• Perbuatan pidana (UU No. 1 tahun 1951)
• Perbuatan yang dapat dihukum (UU Darurat No. 2 tahun 1951)
• Hal yang diancam dengan hukum dan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman (UU Darurat No. 16 tahun 1951)
• Tindak pidana (UU Darurat No. 7 tahun 1953 tentang pemilu)
• Tindak pidana (Penetapan Presiden No. 4 tahun 1955 tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan)
• Tindak pidana (Penetapan Presiden No. 4 tahun1964 tentang kerja bakti)
28. Unsur-unsur tindak pidana menurut aliran monistis:
• Simons, yaitu unsur obyektif (perbuatan, akibat yang terlihat) dan subyektif (kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab).
• Van Hamel, yaitu meliputi unsur perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan patut dipidana.
• Mezger, unsurnya: perbuatan dalam arti yang luas dari manusia, sifat melawan hukum, dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang, diancam dengan pidana.
• J. Baumann, yaitu perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.
• Karni, yaitu delik mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak yang dilakukan dengan salah dosa oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa saja perbuatan patut dipertanggungjawabkan.
• Wirjono Prodjodikoro, yaitu tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.
29. Unsur-unsur tindak pidana menurut aliran dualistis:
• H. B Vos, yaitu berunsurkan kelakuan manusia dan diancam pidana dalam undang-undang.
• W. P. J. Pompe, yaitu menurut hukum positif strafbaar feit adalah tidak lain daripada feit yang diancam dalam ketentuan undang-undang. Strafbaar feit adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam dengan pidana.
• Moeljatno, yaitu unsurnya meliputi perbuatan (manusia), yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil), dan bersifat melawan hukum (syarat materiil).
30. Unsur-unsur pidana:
• Kantorowicz, yaitu perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang yang tidak dibenarkan (tidak ada alasan pembenar), dan apabila dilakukan dengan kesalahan tidak ada alasan penghapus pidana yang menyangkut orangnya yang berbuat.
• Sudarto, yaitu aliran monistis dan dualistis tidak ada perbedaan yang prinsipil. Bagi seorang monistis, seseorang melakukan tindak pidana sudah dapat dipidana sedangkan orang dualistis samasekali belum mencukupi syarat untuk dipidana karena masih harus disertai syarat pertanggungjawaban pidana yang harus ada pada orang yang berbuat.
• Vrij, yaitu sifat melawan hukum dan kesalahan itu beklum lengkap. Menurutnya harus ada unsure lain yaitu sub-sosal, ialah semacam kerusakan dalam ketertiban hukum.
31. Perbuatan “yang memenuhi atau mencocoki rumusan delik dalam undang-undang” adalah perbuatan konkret dari si pembuat itu harus mempunyai sifat atau ciri dari delik itu sebagaimana secara abstrak disebutkan dalam undang-undang. Perbuatan itu harus masuk dalam rumusan delik itu.
32. Perumusan norma dalam peraturan pidana:
• Menguraikan atau menyebutkan satu persatu unsure-unsur perbuatan. Contohnya dalam pasal 154-157 KUHP: menabur kebencian, 305 KUHP: meninggalkan anak di bawah umur 7 tahun, 281 KUHP tentang pelanggaran kesusilaan.
• Hanya disebut kualifikasi dari delik tanpa menguraikan unsurnya. Contoh pasal 184 KUHP; perkelahian tanding, pasal 297 KUHP; perdagangan wanita, dan pasal 351; penganiayaan.
• Penggabungan cara ke-1 dan ke-2 yaitu disamping menyebutkan unsure-unsurnya, ialah menyebutkan perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan, juga disebut pula dalam kualifikasi dari delik. Contoh pasal 124; membantu musuh, pasal 263; memalsukan surat, pasal 338; pembunuhan, pasal 326 tentang pencurian.
33. Penempatan norma dan sanksi pidana dalam undang-undang:
• Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam satu pasal. Contoh dalam buku ke 2 dan 3 dari KUHP, kecuali yang tersebut dalam nomor 3 di bawah ini.
• Penempatan terpisah yaitu sanksi pidana ditempatkan di pasal lain, atau kalau dalam pasal yang sama penempatannya dalam ayat lain. Contoh dalam peraturan pidana di luar KUHP, yaitu Peraturan Pengendalian Harga, Devisen, Bea dan Cukai dan sebagainya.
• Sanksi sudah dicantumkan terlebih dahulu, sedang normanya belum ditentukan. Contohnya dalam pasal 122 sub 2 KUHP.
34. Jenis tindak pidana kejahatan (rechtdelict) adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Misalnya pembunuhan, pencurian. Sedangkan pelanggaran (wetsdelict) adalah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik. Misalnya memparkir mobil disebelah kanan jalan.
35. Delik formil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Contoh penghasutan dalam pasal 160 KUHP, penyuapan dalam pasal 209 dan 210 KUHP, pemalsuan surat dalam pasal 263 KUHP, pencurian dalam pasal 362 KUHP.
Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang dikehendaki (dilarang).Contoh pembakaran dalam pasal 187 KUHP, penipuan dalam pasal 378 KUHP, dan pembunuhan dalam pasal 338 KUHP.
36. Delik commissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, yakni pencurian, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.
Delik Omissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan dalam pasal 552 KUHP, tidak menolong orang yang membutuhkan dalam pasal 531 KUHP.
Delik Commissionis per omissionen commissa adalah delik yang berupa pelangaran larangan, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat. Contohnya seorang ibu membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu dalam pasal 338 dan 340 KUHP.
37. Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan. Contohnya dalam pasal-pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP.
Delik culpa adalah delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur. Contohnya dalam pasal-pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat 4 dan pasal 359, 360 KUHP.
38. Delik tunggal adalah delik yang cukup dilakukan satu kali.
Delik ganda adalah delik yang baru merupakan delik apabila dilakukan beberapa kali perbuatan. Contohnya dalam pasal 481 (penadahan sebagai kebiasaan).
39. Delik yang berlangsung terus adalah delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan terlarang itu berlangsung terus. Contohnya merampas kemerdekaan seseorang dalam pasal 333 KUHP. Sedangkan delik yang tidak berlangsung terus adalah delik yang kondisi terlarang itu tidak secara terus menerus berlangsung. Contohnya pencurian dalam pasal 362 KUHP.
40. Delik aduan adalah delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena. Contohnya penghinaan dalam pasal 310-319 KUHP, perzinaan dalam pasal 284 KUHP, pemerasan dengan ancaman pencemaran dalampasal 335 ayat 1 sub 2 KUHP.
Delik bukan aduan adalah delik yang penuntutannya dari jaksa umum bukan dari pihak yang terkena. Contohnya pembunuhan dalam pasal 338 KUHP.
41. Delik aduan absolut adalah delik yang hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan. Contohnya dalam pasal 284, 310, 332, dan sebagainya.
Delik aduan relatif adalah delik yang ada hubungan istimewa antara si pembuat dan orang yang terkena. Contohnya dalam pasal 367.
42. Delik sederhana adalah delik yang ancaman pidananya diperingan karena dilakukan dalam keadaan tertentu. Contohnya pembunuhan kanak-kanak dalam pasal 341 KUHP, penganiayaan dalam pasal 351 KUHP, pencurian dalam pasal 362 KUHP.
Delik yang ada pemberatnya adalah delik yang ancaman pidananya diperberat karena perbuatan tertentu. Contohnya penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau mati dalam pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu malam hari tersebut dalam pasal 363.
43. Kejahatan ringan dalam KUHP diatur dalam 10 pasal yaitu pasal 364, 373, 375, 379, 482, 384, 352, 302 ayat 1, 315, 407. Contohnya dalam pasal 407 KUHP adalah perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406, jika harga kerugian yang disebabkan tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda sebanyak enam puluh rupiah.
44. Iya, badan hukum dapat menjadi subyek pidana. ada tiga kategori yang bisa dimintai pertanggungjawaban, yaitu badan hukum (korporasi itu sendiri), orang yang memberi perintah dalam tindakan lalai, dan kedua-duanya. Dalam Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi (UUTPE), menyebutkan korporasi bisa dituntut dan dihukum baik perseroan, yayasan, perserikatan, dan sebagainya. Sedangkan dalam undang-undang tahun 1952 (UU Pasar Modal), menurut pasal 9, bagi tindak pidana yang dilakukan oleh atau atas nama badan hukum perseroan, yayasan, perserikatan dalam kegiatan pasar modal, pertanggungjawaban pidananya dipikulkan terhadap semua anggota pengurus, yaitu orang-orang yang secara nyata dan formal bertindak sebagai pengurus. Demikian juga bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang karena hubungan jabatan dengan korporasi, dipikulkan pertanggungjawabannya kepada para anggota pengurus.
45. Pidana pokok yaitu pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda yang dapat diganti dengan pidana kurungan.
Pidana tambahan yaitu pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan diumumkannya keputusan hakim.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel