Ushul Fiqh: Amr, Nahi, Mubayyan
A. AMR
Zein, Muhammad Ma’sum. 2008. Zubdah Ushul Al- fiqh. Jawa Timur : Darul Hikmah.
Sumber: http://makalah-makalahkuliah.blogspot.com/2010/06/u-fiqh_5840.htmlhttp://makalah-makalahkuliah.blogspot.com/2010/06/u-fiqh_5840.htmlA. AMR
Zein, Muhammad Ma’sum. 2008. Zubdah Ushul Al- fiqh. Jawa Timur : Darul Hikmah.
Sumber: http://makalah-makalahkuliah.blogspot.com/2010/06/u-fiqh_5840.htmlhttp://makalah-makalahkuliah.blogspot.com/2010/06/u-fiqh_5840.html
- Perintah dan kriterianya
Menurut
bahasa arab artinya perintah, menurut istilah suatu lafadz yang
didalamnya menunjukkan tuntutan untuk megerjakan suatu perkerjaan dari
atasan kepada bawahan.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Amr itu tidak hanya ditunjukkan pada lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amr,
tetapi ditunjukkan pula oleh semua bentuk kata yang didalamnya
mengandung arti perintah, sebab perintah itu terkadang menggunakan
kata-kata yang berarti majaz (samar).
Jadi Amr
merupakan suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya
mewajibkan/mengharuskan, jika tidak demikian maka tidak termasuk
kategori Amr.
Syarat yang harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :
a. Harus berupa ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).
b. Harus berbentuk kata permintaan (Amr)
c. Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu bertatus tidak mewajibkan atau mengharuskan.
- Bentuk-bentuk
Menurut Hudhori Bik di dalam Tarikh Tasyri disampaikan beberapa bentuk Amr antara lain :
a. Melalui lafadz amara dan seakar dengannya yang mengandung perintah (suruhan).
b. Menggunakan lafadz kutiba atau diwajibkan.
c. Perintah dengan memakai redaksi pemberitaan (Jumlah Khabariyah), tetapi yang dimaksud adalah perintah.
d. Perintah yang menggunakan kata kerja perintah langsung.
e. Fiil Mudhari’ yang disertai Lam Amr (huruf lam yang mengandung perintah).
f. Perintah dengan menggunakan lafadz faradha
g. Perintah dalam bentuk penilaian bahwa itu baik.
- Hukum-hukum yang mungkin ditunjukkan oleh bentuk Amr.
Menurut Adib Saleh ahli Ushul Fiqh asal Damaskus, berbagai bentuk Amr diatas membawa beberapa pengertian antara lain :
a. Menunjukkan hukum wajib, seperti perintah shalat dalam surat al-Baqarah : 110 :
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qŸ2¨“9$#
Artinya :
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”
b. Menjelaskan bahwa sesuatau itu Mubah hukumnya, seperti firman Allah surat al-Mukminun : 51
$pkš‰r‘¯»tƒ ã@ß™”9$# (#qè=ä. z`ÏB ÏM»t6Íh‹©Ü9$#
Artinya :
“Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik”
c. Untuk menunjukkan anjuran, seperti perintah menulis hutang piutang dalam surat Al-Baqarah : 282.
$yg•ƒr‘¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#y‰s? Aûøïy‰Î/ #’n<Î) 9@y_r& ‘wK|¡•B çnqç7çFò2$$sù
Artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
d. Untuk melemahkan, seperti firman Allah surat al-Baqarah : 23 :
bÎ)ur öNçFZà2 ’Îû 5=÷ƒu‘ $£JÏiB $uZø9¨“tR 4’n?tã $tRωö7tã (#qè?ù‘sù ;ou‘qÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#y‰ygä© `ÏiB Èbrߊ «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%ω»|¹
Artinya :
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
e. Sebagai ejekan dan penghinaan, seperti firman Allah surat al-Dukhan : 49 :
ø-èŒ š¨RÎ) |MRr& Ⓝ͓yèø9$# ãLqÌx6ø9$#
Artinya :
B. NAHI
1. Pengertian.
Dalam bahasa artinya mencegah, melarang (al-man’u).
Menurut istilah meminta untuk meninggalkan sesuatu perbuatan kepada
orang lain yang tingkatannya dengan menggunakan ucapan yang sifatnya
mengharuskan.
Jadi Nahi adalah suatu larangan yang harus ditaati yang datangnya dari atasan kepada bawahan, yakni dari Allah SWT kepada hamba-Nya.
Ÿwur (#r߉šøÿè? †Îû ÇÚö‘F{$#
Artinya :
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”.
Melarang
perbuatan kerusakan dimuka bumi berarti perintah menjaga kelestarian
lingkungan dengan menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman.
Dengan
demikian jika suatu perbuatan itu dilarang maka saat itu juga harus
segera ditinggalkan dan tidak boleh dilakukan sepanjang masa.
2. Pendapat Al-Ghazali dan al-Amidi bahwa arti yang terkandung dalam Nahi itu ada tujuh macam antara lain :
a. Al-Tahrim, seperti ayat :
وَلاَتَقْتُلُوْ النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ الله اِلاَّ بِاالْحَقِّ
Artinya:
“Janganlah kalian membunuh seseorang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak.”
b. Al-Karahah, seperti hadits :
لاَيُمْسِكِ ذَكَرَهُ بِيَمِنِهِ وَهُوَ يَبُوْلُ (رواه اصحاب الكتب الاضلم)
Artinya :
“Janganlah kalian memegang dzakar (kemaluan) dengan tangan kanan ketika buang air kecil”.
c. Al-Do’a, seperti ayat :
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْ بَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا
Artinya:
“Ya Allah janganlah kamu tutup hatiku setelah engkau memberi petunjuk padaku”.
d. Al-Irsyad (petunjuk), seperti ayat :
لاَتَسْئَلُوْا عَنْ اَشْيَاءٍ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
Artinya:
“Janganlah kalian bertanya tentang sesuatu yang apabila ditampakkan maka kalian mendapati tercela”.
e. Al-Taqbih (menegur), seperti ayat :
وَلاَتَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلَى مَا مَتَعْنَا بِهِ اَزْوَاجًا مِنْهُمْ
f. Tais ( تَيْئِسْputus asa), seperti ayat :
لاَتَعْتَذِرُوْا الْيَوْمَ اِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya:
“Janganlah kalian beralasan pada hari ini karena sesungguhnya akan dibalas amal-amal yang telah kalian lakukan”.
g. Menjelaskan adanya akibat (bayan al-aqibah), seperti ayat :
وَلاَتَحْسَبَنَّ الله غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلْ الظَّا لِمُوْنَ
Artinya:
“Janganlah
kalian menyangka Allah adalah Dzat yang lupa atas perkara yang telah
dilakukan oleh orang-orang yang telah berbuat kedzaliman”.
3. Bentuk-bentuk Nahi.
Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudhari Bik Allah juga memakai beragam gaya bahasa diantaranya :
a. Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau yang searti dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Misalnya surat An-Nahl ayat 90 :
4‘sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur
Artinya :
“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan”.
b. Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan diharamkan, misalnya ayat 33 surat Al-A’raf :
ö@è% $yJ¯RÎ) tP§ym }‘În/u‘ |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $pk÷]ÏB $tBur z`sÜt/ zNøOM}$#ur zÓøöt7ø9$#ur ÎŽötóÎ/ Èd,yÛø9$#
Artinya:
Katakanlah
: “Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar”.
c. Larangan dengan menegaskan bahwa perbuatan itu tidak halal dilakukan contoh, surat An-Nisa’ ayat 19 :
$yg•ƒr‘¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw ‘@Ïts† öNä3s9 br& (#qèOÌs? uä!$|¡ÏiY9$# $döx.
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa”.
d. Larangan dengan menggunakan kata kerja Mudhari’ (kata kerja untuk sekarang atau mendatang) yang disertai huruf lam yang menunjukkan larangan, misal surat Al-An’am ayat 152 :
Ÿwur (#qç/tø)s? tA$tB ÉOŠÏKuŠø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }‘Ïd ß`|¡ômr& 4Ó®Lym x÷è=ö7tƒ çn£‰ä©r&
Artinya:
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa”.
e. Larangan dengan memakai kata perintah namun bermakna tuntutan untuk meninggalkan misalnya, surat Al-An’am ayat 120 :
(#râ‘sŒur tÎg»sß ÉOøOM}$# ÿçmoYÏÛ$t/ur
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi”.
f. Larangan dengan cara mengancam pelakunya dengan siksaan pedih, misalnya surat Al-Taubah : 34.
šúïÏ%©!$#ur šcrã”Éõ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZム’Îû È@‹Î6y™ «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#x‹yèÎ/ 5OŠÏ9r&
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih”.
g. Larangan dengan mensifati perbuatan itu dengan keburukan, misalnya surat Ali Imran : 180.
Ÿwur ¨ûtù|¡øts† tûïÏ%©!$# tbqè=y‚ö7tƒ !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù uqèd #ZŽöyz Nçl°;
“Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi
mereka”.
ÈbÎ*sù (#öqpktJR$# Ÿxsù tbºurô‰ãã žwÎ) ’n?tã tûüÏHÍ>»©à9$#
“Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.
C. MUJMAL
1. Pengertian
Dalam bahasa artinya dalah global atau tidak terperinci. Menurut istilah lafadz-lafadz yang tidak dapat dipahami maksudnya kecuali bila ada penafsiran dari pembuatan mujmal (syara’).
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mujmal suatu lafadz yang dzatiahnya khilafi, tidak bisa dipahami maksudnya kecuali ada penjelasan dari syara’, seperti shalat, zakat dan riba.
Ada beberapa sebab suatu lafadz disebut mujmal, yaitu :
a. Lafadz yang mempunyai makna mustarak tanpa diiringi oleh indikator (qarinah) sehingga sulit untuk mengetahui makna yang paling terkuat diantaranya. Misalnya lafadz qur`in dalam firman Allah SWT surat al-Baqarah : 228 :
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr‘Î/ spsW»n=rO &äÿrãè%
Artinya :
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’”
b. Suatu lafadz yang maknanya secara bahasa aneh atau ganjil, seperti kata halu’a pada firman Allah surat al-Ma’arij 19-21
¨bÎ) z`»|¡SM}$# t,Î=äz %·æqè=yd . #sŒÎ) çm¡¡tB •Ž¤³9$# $Yãrâ“y_ . #sŒÎ)ur çm¡¡tB çŽösƒø:$# $¸ãqãZtB
Artinya :
“Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir,”
c. Pemindahan lafadz dari makna kebahasa menuju makna secara istilah atau menurut Syara’, seperti lafadz Shalat, Zakat, Puasa dan Haji.
D. MUBAYYAN
1. Pengertian
Mubayyan adalah mengeluarkan sesuatu lafadz
dari kerancuan dan tidak adanya arti yang dapat dipahami, sampai
artinya menjadi jelas dan bisa dipahami dengan menggunakan dalil-dalil
yang bisa menunjukkan pada arti yang dikehendaki.
2. Dilihat dari kejelasan maknanya
Mubayyan dibagi menjadi 2 bentuk :
a. Al-Wadhih bi Nafsihi
yaitu lafadz yang telah jelas maknanya sejak awal penggunaan sehingga
tidak membutuhkan penjelasan lafadz lain. Kejelasan lafadz ini diketahui
melalui :
1) Pendekatan bahasa, seperti firman Allah surat Al-Baqarah : 281
ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ
Artinya:
“Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
2) Dengan menggunakan akal, seperti firman Allah surat yusuf : 82
. È@t«ó™ur sptƒös)ø9$# ÓÉL©9$# $¨Zà2 $pkŽÏù uŽÏèø9$#ur ûÓÉL©9$# $uZù=t6ø%r& $pkŽÏù (
Artinya :
“Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada disitu”.
b. Al-Wadih bi ghairihi, yaitu untuk mengetahui maknanya perlu dibantu oleh lafadz-lafadz lain misalnya, firman Allah surat al-Maidah : 141
وَاتُو حَقَّهُ يَوْمً حَصَادِهِ
Astinya :
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nahi, amar, mujmal dan mubayan merupakan metode untuk mengetahui dan memahami kejelasan makna yang terkandung dalam al-quran dan sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Satria dan M. Zein. 2008. Ushul Fiqh. Jakarta : Rencana Prenada Media group.
Firdaus. 2004. Ushul Fiqh. Jakarta : Zikrul Hakim.
Safe’i, Rahmat. 2007. Ilmu Ushul Fikih. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Sumber: http://makalah-makalahkuliah.blogspot.com/2010/06/u-fiqh_5840.htmlhttp://makalah-makalahkuliah.blogspot.com/2010/06/u-fiqh_5840.htmlA. AMR
- Perintah dan kriterianya
Menurut
bahasa arab artinya perintah, menurut istilah suatu lafadz yang
didalamnya menunjukkan tuntutan untuk megerjakan suatu perkerjaan dari
atasan kepada bawahan.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa Amr itu tidak hanya ditunjukkan pada lafadz-lafadz yang memakai sighat (bentuk kata) Amr,
tetapi ditunjukkan pula oleh semua bentuk kata yang didalamnya
mengandung arti perintah, sebab perintah itu terkadang menggunakan
kata-kata yang berarti majaz (samar).
Jadi Amr
merupakan suatu permintaan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya
mewajibkan/mengharuskan, jika tidak demikian maka tidak termasuk
kategori Amr.
Syarat yang harus ada pada kata Amr (permintaan) adalah :
a. Harus berupa ucapan permintaan (Amr) seperti kata uf’ul (kerjakanlah).
b. Harus berbentuk kata permintaan (Amr)
c. Tidak ada tanda-tanda (Qarinah) yang menunjukkan permintaan itu bertatus tidak mewajibkan atau mengharuskan.
- Bentuk-bentuk
Menurut Hudhori Bik di dalam Tarikh Tasyri disampaikan beberapa bentuk Amr antara lain :
a. Melalui lafadz amara dan seakar dengannya yang mengandung perintah (suruhan).
b. Menggunakan lafadz kutiba atau diwajibkan.
c. Perintah dengan memakai redaksi pemberitaan (Jumlah Khabariyah), tetapi yang dimaksud adalah perintah.
d. Perintah yang menggunakan kata kerja perintah langsung.
e. Fiil Mudhari’ yang disertai Lam Amr (huruf lam yang mengandung perintah).
f. Perintah dengan menggunakan lafadz faradha
g. Perintah dalam bentuk penilaian bahwa itu baik.
- Hukum-hukum yang mungkin ditunjukkan oleh bentuk Amr.
Menurut Adib Saleh ahli Ushul Fiqh asal Damaskus, berbagai bentuk Amr diatas membawa beberapa pengertian antara lain :
a. Menunjukkan hukum wajib, seperti perintah shalat dalam surat al-Baqarah : 110 :
(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qŸ2¨“9$#
Artinya :
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.”
b. Menjelaskan bahwa sesuatau itu Mubah hukumnya, seperti firman Allah surat al-Mukminun : 51
$pkš‰r‘¯»tƒ ã@ß™”9$# (#qè=ä. z`ÏB ÏM»t6Íh‹©Ü9$#
Artinya :
“Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik”
c. Untuk menunjukkan anjuran, seperti perintah menulis hutang piutang dalam surat Al-Baqarah : 282.
$yg•ƒr‘¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#y‰s? Aûøïy‰Î/ #’n<Î) 9@y_r& ‘wK|¡•B çnqç7çFò2$$sù
Artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.
d. Untuk melemahkan, seperti firman Allah surat al-Baqarah : 23 :
bÎ)ur öNçFZà2 ’Îû 5=÷ƒu‘ $£JÏiB $uZø9¨“tR 4’n?tã $tRωö7tã (#qè?ù‘sù ;ou‘qÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#y‰ygä© `ÏiB Èbrߊ «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%ω»|¹
Artinya :
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
e. Sebagai ejekan dan penghinaan, seperti firman Allah surat al-Dukhan : 49 :
ø-èŒ š¨RÎ) |MRr& Ⓝ͓yèø9$# ãLqÌx6ø9$#
Artinya :
B. NAHI
1. Pengertian.
Dalam bahasa artinya mencegah, melarang (al-man’u).
Menurut istilah meminta untuk meninggalkan sesuatu perbuatan kepada
orang lain yang tingkatannya dengan menggunakan ucapan yang sifatnya
mengharuskan.
Jadi Nahi adalah suatu larangan yang harus ditaati yang datangnya dari atasan kepada bawahan, yakni dari Allah SWT kepada hamba-Nya.
Ÿwur (#r߉šøÿè? †Îû ÇÚö‘F{$#
Artinya :
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”.
Melarang
perbuatan kerusakan dimuka bumi berarti perintah menjaga kelestarian
lingkungan dengan menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman.
Dengan
demikian jika suatu perbuatan itu dilarang maka saat itu juga harus
segera ditinggalkan dan tidak boleh dilakukan sepanjang masa.
2. Pendapat Al-Ghazali dan al-Amidi bahwa arti yang terkandung dalam Nahi itu ada tujuh macam antara lain :
a. Al-Tahrim, seperti ayat :
وَلاَتَقْتُلُوْ النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ الله اِلاَّ بِاالْحَقِّ
Artinya:
“Janganlah kalian membunuh seseorang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak.”
b. Al-Karahah, seperti hadits :
لاَيُمْسِكِ ذَكَرَهُ بِيَمِنِهِ وَهُوَ يَبُوْلُ (رواه اصحاب الكتب الاضلم)
Artinya :
“Janganlah kalian memegang dzakar (kemaluan) dengan tangan kanan ketika buang air kecil”.
c. Al-Do’a, seperti ayat :
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْ بَنَا بَعْدَ اِذْهَدَيْتَنَا
Artinya:
“Ya Allah janganlah kamu tutup hatiku setelah engkau memberi petunjuk padaku”.
d. Al-Irsyad (petunjuk), seperti ayat :
لاَتَسْئَلُوْا عَنْ اَشْيَاءٍ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
Artinya:
“Janganlah kalian bertanya tentang sesuatu yang apabila ditampakkan maka kalian mendapati tercela”.
e. Al-Taqbih (menegur), seperti ayat :
وَلاَتَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ اِلَى مَا مَتَعْنَا بِهِ اَزْوَاجًا مِنْهُمْ
f. Tais ( تَيْئِسْputus asa), seperti ayat :
لاَتَعْتَذِرُوْا الْيَوْمَ اِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Artinya:
“Janganlah kalian beralasan pada hari ini karena sesungguhnya akan dibalas amal-amal yang telah kalian lakukan”.
g. Menjelaskan adanya akibat (bayan al-aqibah), seperti ayat :
وَلاَتَحْسَبَنَّ الله غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلْ الظَّا لِمُوْنَ
Artinya:
“Janganlah
kalian menyangka Allah adalah Dzat yang lupa atas perkara yang telah
dilakukan oleh orang-orang yang telah berbuat kedzaliman”.
3. Bentuk-bentuk Nahi.
Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudhari Bik Allah juga memakai beragam gaya bahasa diantaranya :
a. Larangan secara tegas dengan memakai kata naha atau yang searti dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Misalnya surat An-Nahl ayat 90 :
4‘sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìx6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur
Artinya :
“Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan”.
b. Larangan dengan menjelaskan bahwa suatu perbuatan diharamkan, misalnya ayat 33 surat Al-A’raf :
ö@è% $yJ¯RÎ) tP§ym }‘În/u‘ |·Ïmºuqxÿø9$# $tB tygsß $pk÷]ÏB $tBur z`sÜt/ zNøOM}$#ur zÓøöt7ø9$#ur ÎŽötóÎ/ Èd,yÛø9$#
Artinya:
Katakanlah
: “Tuhanku Hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar”.
c. Larangan dengan menegaskan bahwa perbuatan itu tidak halal dilakukan contoh, surat An-Nisa’ ayat 19 :
$yg•ƒr‘¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw ‘@Ïts† öNä3s9 br& (#qèOÌs? uä!$|¡ÏiY9$# $döx.
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa”.
d. Larangan dengan menggunakan kata kerja Mudhari’ (kata kerja untuk sekarang atau mendatang) yang disertai huruf lam yang menunjukkan larangan, misal surat Al-An’am ayat 152 :
Ÿwur (#qç/tø)s? tA$tB ÉOŠÏKuŠø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }‘Ïd ß`|¡ômr& 4Ó®Lym x÷è=ö7tƒ çn£‰ä©r&
Artinya:
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa”.
e. Larangan dengan memakai kata perintah namun bermakna tuntutan untuk meninggalkan misalnya, surat Al-An’am ayat 120 :
(#râ‘sŒur tÎg»sß ÉOøOM}$# ÿçmoYÏÛ$t/ur
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi”.
f. Larangan dengan cara mengancam pelakunya dengan siksaan pedih, misalnya surat Al-Taubah : 34.
šúïÏ%©!$#ur šcrã”Éõ3tƒ |=yd©%!$# spžÒÏÿø9$#ur Ÿwur $pktXqà)ÏÿZム’Îû È@‹Î6y™ «!$# Nèd÷ŽÅe³t7sù A>#x‹yèÎ/ 5OŠÏ9r&
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih”.
g. Larangan dengan mensifati perbuatan itu dengan keburukan, misalnya surat Ali Imran : 180.
Ÿwur ¨ûtù|¡øts† tûïÏ%©!$# tbqè=y‚ö7tƒ !$yJÎ/ ãNßg9s?#uä ª!$# `ÏB ¾Ï&Î#ôÒsù uqèd #ZŽöyz Nçl°;
“Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi
mereka”.
ÈbÎ*sù (#öqpktJR$# Ÿxsù tbºurô‰ãã žwÎ) ’n?tã tûüÏHÍ>»©à9$#
“Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”.
C. MUJMAL
1. Pengertian
Dalam bahasa artinya dalah global atau tidak terperinci. Menurut istilah lafadz-lafadz yang tidak dapat dipahami maksudnya kecuali bila ada penafsiran dari pembuatan mujmal (syara’).
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mujmal suatu lafadz yang dzatiahnya khilafi, tidak bisa dipahami maksudnya kecuali ada penjelasan dari syara’, seperti shalat, zakat dan riba.
Ada beberapa sebab suatu lafadz disebut mujmal, yaitu :
a. Lafadz yang mempunyai makna mustarak tanpa diiringi oleh indikator (qarinah) sehingga sulit untuk mengetahui makna yang paling terkuat diantaranya. Misalnya lafadz qur`in dalam firman Allah SWT surat al-Baqarah : 228 :
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr‘Î/ spsW»n=rO &äÿrãè%
Artinya :
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’”
b. Suatu lafadz yang maknanya secara bahasa aneh atau ganjil, seperti kata halu’a pada firman Allah surat al-Ma’arij 19-21
¨bÎ) z`»|¡SM}$# t,Î=äz %·æqè=yd . #sŒÎ) çm¡¡tB •Ž¤³9$# $Yãrâ“y_ . #sŒÎ)ur çm¡¡tB çŽösƒø:$# $¸ãqãZtB
Artinya :
“Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat
kikir,”
c. Pemindahan lafadz dari makna kebahasa menuju makna secara istilah atau menurut Syara’, seperti lafadz Shalat, Zakat, Puasa dan Haji.
D. MUBAYYAN
1. Pengertian
Mubayyan adalah mengeluarkan sesuatu lafadz
dari kerancuan dan tidak adanya arti yang dapat dipahami, sampai
artinya menjadi jelas dan bisa dipahami dengan menggunakan dalil-dalil
yang bisa menunjukkan pada arti yang dikehendaki.
2. Dilihat dari kejelasan maknanya
Mubayyan dibagi menjadi 2 bentuk :
a. Al-Wadhih bi Nafsihi
yaitu lafadz yang telah jelas maknanya sejak awal penggunaan sehingga
tidak membutuhkan penjelasan lafadz lain. Kejelasan lafadz ini diketahui
melalui :
1) Pendekatan bahasa, seperti firman Allah surat Al-Baqarah : 281
ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ
Artinya:
“Dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.
2) Dengan menggunakan akal, seperti firman Allah surat yusuf : 82
. È@t«ó™ur sptƒös)ø9$# ÓÉL©9$# $¨Zà2 $pkŽÏù uŽÏèø9$#ur ûÓÉL©9$# $uZù=t6ø%r& $pkŽÏù (
Artinya :
“Dan tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada disitu”.
b. Al-Wadih bi ghairihi, yaitu untuk mengetahui maknanya perlu dibantu oleh lafadz-lafadz lain misalnya, firman Allah surat al-Maidah : 141
وَاتُو حَقَّهُ يَوْمً حَصَادِهِ
Astinya :
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nahi, amar, mujmal dan mubayan merupakan metode untuk mengetahui dan memahami kejelasan makna yang terkandung dalam al-quran dan sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Satria dan M. Zein. 2008. Ushul Fiqh. Jakarta : Rencana Prenada Media group.
Firdaus. 2004. Ushul Fiqh. Jakarta : Zikrul Hakim.
Safe’i, Rahmat. 2007. Ilmu Ushul Fikih. Bandung : CV. Pustaka Setia.
Sumber: http://makalah-makalahkuliah.blogspot.com/2010/06/u-fiqh_5840.htmlhttp://makalah-makalahkuliah.blogspot.com/2010/06/u-fiqh_5840.html